Males

"Orang yang mengatakan tidak punya waktu adalah orang pemalas" ~G. C. Lichtenberg

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kutipan kata di atas menjadi cambuk sendiri bagi penulis. Bagaimana tidak, penulis sering sekali mengeluh tidak punya waktu untuk belajar misalnya. Astaghfirullah. Padahal banyak sekali waktu yang telah di sia-siakan selama ini ternyata. Perlu disadari bahwa setiap waktu yang Allah beri itu merupakan kesempatan untuk melakukan sesuatu demi terwujudnya impian. Namun apa? Selama ini masih saja diperbudak oleh rasa males dan juga diperbudak oleh smartphone. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam kita lewati dengan bermain medsos seperti ig dan fb (menstalking dan kepo akun orang lain. Astaghfirullah). Padahal tentu itu tak ada gunanya sama sekali. Bolehkah kita memanfaatkan pasilitas medsos? Tentu boleh, namun kita harus selektif dan tahu waktu. Di saat kita punya waktu luang setelah menunaikan kewajiban bolehlah kita bermain smarphone, namun pintar-pintarlah misalnya dengan mencari info2 lomba atau mencari bahan referensi kuliah bukan malah bermain ig dan fb. 

Orang menjadi malas karena dia menyerah pada hawa nafsu. Ada hal menarik ketika penulis membaca salah satu buku karangan Ahmad Rifa'i Rif'an yang menyebutkan bahwa : Zaman sudah semakin parah dalam mencerdaskan jiwa generasinya. Hawa nafsu setiap saat dipancing melalui media-media yang sudah dengan mudah diakses. Televisi, internet, ponsel, serta beragam media komunikasi lain sudah menjadi konsumsi harian.  Jika tidak disikapi dengan bijak, media-media tersebut justru menjadi media yang memperkarsai lahirnya generasi pengumbar hawa nafsu. Semoga kita tidak termasuk golongan ini. Aamiin Allahumma Aamiin.

Ketika refleksi pada diri sendiri, saya merasa selalu malas dan belum bisa memanajemen waktu dengan baik. Rencana harian dan targetan yang saya tulis di buku agenda terkadang hanya menjadi tulisan tak bermakna. Astaghfirullah. Dari pengalaman ini tentu harus ada evaluasi. Yaps evaluasi menjadi poin penting setelah kita (berusaha) menulis rencana-rencana dan targetan kita. Evaluasi menjadikan kita tahu apa-apa yang kurang dan perlu dibenahi, serta tahu apa yang menyebabkan rencana targetan tidak terpenuhi dan cara menyelesaikannya. 

Setelah evaluasi, saya menjadi semangat lagi untuk meraih yang belum tercapai dan membuang rasa malas yang menjadi penyebabnya. Saya pribadi memaknai kata malas dengan sebuah ujian hidup. Rasa malas juga merupakan salah satu musuh dalam hidup ini. Saat musuh (malas) datang saya berusaha meyakinkan diri bahwa Ketika Allah menciptakan musuh untuk kita, itu artinya Allah telah mengaruniakan kekuatan dalam diri kita yang lebih kuat dibanding kekuatan musuh yang akan kita hadapi. Saya mempercayai ini, karena dalam Al Qur'an Surah Al Baqoroh ayat 286 sudah di jelaskan:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya

Jadi, sudah tidak ada alasan lagi untuk bermalas-malasan, pasti kita bisa menghadapi ujian kemalasan ini. Karena Allah hanya akan menguji manusia dengan ujian yang lebih ringan atau sepadan dengan kemampuan yang ada dalam diri kita. Itu janji Allah. Mustahil Allah memberi ujian yang kadarnya lebih berat dari pada kemampuan makhluk-Nya. Dan juga mustahil bagi Allah mengingkari apa yang difirmankan-Nya. 

Ketika rasa malas mulai menghampiri, saya selalu mengingat kedua orang tua saya yang sudah susah pasah membiayai pendidikan saya disini. Beliau sudah bercucuran air mata menghadapi kerasnya dunia demi anaknya ini. Rasanya saya ingin menangis ketika mengingat itu sedangkan saya disini hanya bermalas-malasan. Dari situ saya berusaha melawan rasa malas yang datang dengan memaksakan diri ini untuk belajar dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Memaksakan diri untuk belajar  memang saya akui sangat sulit, godaan tidur dan bermain medsos lebih menggiurkan . Namun, kembalilah pada tujuan awal kita yaitu untuk mencari ilmu bekal untuk kehidupan selanjutnya. Lebih baik memaksakan diri kita untuk belajar sekarang daripada penyesalan akan hadir di kemudian hari.

Ngomong-ngomong mengenai cara mengatasi kemalasan belajar mengenai kuliah. Saya jadi teringat akan nasihat salah satu dosen saya yang telah lama pensiun. Singkat cerita waktu itu sekitar 2 tahun lalu saya silaturahmi ke rumah beliau dengan tujuan ingin mendaftar pesantren fisika (semacam belajar bareng pada setiap weekend). Saat itu saya ditemani salah satu teman . Ketika sudah sampai dikediaman beliau kami banyak diskusi dan tentunya dapat banyak wejangan dari beliau. Salah satu nasihat yang selalu saya ingat , beliau mengatakan bahwa "ketika kamu dalam sehari kuliah 2 jam di kampus, kamu berarti harus mempelajari kembali 4 jam di luar jam ngampus/ di rumah dalam hari itu juga",dari sini saya mengambil ibrah bahwasannya ilmu yang kita peroleh saat d kampus perlu kita telaah dan pelajari kembali di luar jam kampus. Hal ini bertujuan untuk mempertajam ingatan dan pemahaman kita. Mungkin dalam benak pembaca mempertanyakan, mengapa waktu belajar di luar jam kampus harus lebih banyak d banding di kampus? yupss,waktu belajar di luar jam ngampus sudah sepantasnya harus lebih banyak, karena waktu kita di luar jam ngampus (di rumah) dan d kampus dalam sehari tentu lebih banyak di rumahnya. Meskipun dia seorang organisatoris yang mungkin setengah hari lebih kegiatannya di kampus bagi saya tetap waktu belajar di luar jam ngampus harus lebih banyak, ini tentu kembali lagi pada diri masing-masing bagaimana cara mengelola waktunya. Nasihat ini  menjadi acuan bagi saya bahwa tidak boleh menunda-nunda tugas yang dosen berikan. karena bahwasannya menunda-nunda akan memberi penderitaan. Kenapa saya berkata demikian? Akibat menunda-nunda  pekerjaan menumpuk, padahal harus diselesaikan secepat mungkin. Akhirnya pekerjaan yang menumpuk itu dikerjakan dengan tergesa-gesa, akibatnya hasilnya tidak memuaskan, dan pasti ada masalah. ketergesa-gesaan itu cukup menjadikan orang gelisah, susah, dan stres. Apalagi kalau sudah terlihat hasilnya yang tidak memuaskan, akan timbul keputusasaan.  Jadi, penundaan waktu menjadi salah satu sumber stres. Maka bagi yang ingin terhindar dari stres, hendaklah tidak membiasakan menunda-nunda waktu. Nahh sudah tahukan akibat dari menunda-nunda waktu, mari kita belajar bersama untuk lebih mengargai waktu dan jangan malas. Di saat waktu luang di rumah mari kita manfaatkan untuk meriview kembali pelajaran yang sudah dikasih dosen saat di kampus, bacalah buku penunjang. Saat satu kali dua kali tiga kali baca belum paham-paham janganlah berputus asa, pasti ketika dari tahap baca pertama sampai ketiga ada kemajuan pemahaman yang diperoleh, Jika masih ada yang belum paham juga tanyakanlah pada dosen saat pertemuan selanjutnya. jangan malu bertanya yaa nanti akan sesat di jalan. Intinya jangan malas membaca sebelum dosen mengajarkan dan jangan malas meriview yang sudah diajarkan. yakinlah bahwa dari membaca itu kita punya modal untuk bertanya dan pengetahuan lebih untuk dijadikan modal juga.

Note: dari tulisan ini saya berharap bisa mengamalkan apa yang tersampaikan. karena pada hakikatnya saat kita menasihatkan kebaikan pada orang lain, sering kali kita dipaksa untuk menjadi pengamal pertamanya. Jujur saya takut belum bisa mengamalkan apa yang saya tulis. tapi inilah tantangannya.Semoga dari tulisan ini saya lebih bersemangat untuk memperbaiki diri. Aamiin Allahumma Aamiin :)


"Ada sekelompok orang yang merelakan hidupnya hanya terabai dalam lembar sejarah, tapi adapula yang menoreh prestasi dan kontribusi besar sehingga dunia merasakan kemanfaatannya". (Ahmad Rifa'i Rif'an)

Menyempatkan menulis ditengah kegundahan hati
Yogyakarta, 26 Oktober 2017


NF


Komentar